Jika Anda diminta untuk menyebutkan mesin game apa yang paling sukses di pasaran, mungkin Anda tak membutuhkan waktu lama untuk menjawabnya. Dalam hitungan detik, sudah barang tentu Anda akan menyebut nama PS, PS2, atau Wii. Tapi, tak mungkin rasanya ada yang sukses kalau tak ada yang gagal.
Lewat artikel ini, penulis akan membeberkan 10 konsol game yang dianggap “gagal” meraih kesuksesan di dunia video game, lengkap dengan penjelasan seputar penyebabnya. Apa saja?
Kesuksesan sebuah konsol game, seperti kita ketahui, sangat tergantung oleh beberapa faktor. Selain mengakomodasi teknologi terkini yang canggih, sebuah konsol hendaknya dirancang seefisien mungkin guna menekan biaya produksi dan tentu saja lebih mudah dipahami konsumen.
Selain itu, banyaknya game yang menyertai sebuah konsol pun berperan penting dalam perjalanan hidup sebuah konsol. Jadi, kalau sebuah konsol harganya terlalu mahal, sulit dipahami konsumen, dan tidak didukung oleh banyaknya game-game apik yang menyambanginya, sudah dapat dipastikan konsol yang bersangkutan akan berjalan tersendat-sendat, atau malah gulung tikar.
1. Dreamcast
Konsol besutan Sega ini dirilis untuk pertama kalinya pada 1999. Mengakomodasi teknologi 128-bit, dukungan multimedia dan konektivitas untuk bermain game secara online, Dreamcast digelontorkan Sega untuk menjatuhkan dua pesaingnya saat itu, PS dan Nintendo 64. Lewat konsol kelimanya ini, Sega pun menjadi pelopor online game console
di dunia, dengan memperkenalkan Phantasy Star Online yang dapat dimainkan pemilik Dreamcast secara online.
di dunia, dengan memperkenalkan Phantasy Star Online yang dapat dimainkan pemilik Dreamcast secara online.
Lewat Dreamcast, Sega mempopulerkan game buatannya yang memakan biaya miliaran dolar saat itu, Shenmue. Game yang disebut-sebut sebagai game dengan biaya produksi tertinggi itu kini sudah menyambangi konsol Xbox.
Namun, meskipun memiliki teknologi yang tercanggih saat itu, Dreamcast — yang sepanjang usianya terjual hingga 10,6 juta unit — gagal merebut pasar yang saat itu telah dikuasai Sony dengan PS-nya. Hilangnya kepercayaan konsumen akibat buruknya dukungan Sega pada produk-produk sebelumnya, ditambah keraguan pengembang game untuk membuat game di konsol tersebut membuat Dreamcast harus angkat kaki dari dunia game pada 2001.
Robohnya Dreamcast pun menandai berakhirnya kiprah Sega sebagai produsen konsol, yang kemudian fokus membuat software (game).
2. PC-Engine (Jepang) / TurboGrafx-16 (Dunia)
Digelontorkan di Jepang pada 1988, TurboGrafx-16 mendapat sambutan hangat dari pecinta game di negeri Sakura itu, karena teknologi yang diusungnya jauh lebih tinggi daripada pesaignya, saat itu NES (Nintendo Entertainment System) dan Sega Master System. Jadi, secara sistematis, konsol ini mampu menghasilkan gambar dan suara yang lebih baik.
Sayangnya, konsol besutan NEC ini terpuruk di luar Jepang, penyebabnya adalah praktek anti-kompetisi Nintendo (sekarang ilegal) yang tak memperbolehkan pengembang game yang membuat game untuk NES juga membuat game untuk konsol lain. Faktor lain adalah minimnya aksi kampanye NEC di luar Jepang, sehingga masyarakat tidak terlalu menyadari keberadaan konsol tersebut.
Sebagai akibatnya, pecinta game hanya dapat menemukan TurboGrafx-16 di kota-kota besar saja, dan sangat sulit untuk mengoleksi game-gamenya karena tak banyak game yang diproduksi untuk konsumen luar Jepang.
Konsol dengan game andalan Bonk’s Adventure ini terjual lebih dari 10 juta unit dan masih terus berjaya di Jepang hingga sekitar 1998, namun dihentikan produksinya (dunia) pada 1993.
3. Sega Saturn
Konsol keempat keluaran Sega ini meluncur di Amerika pada 1995, lebih awal beberapa minggu dari PlayStation. Dibanderol seharga US$ 399, Saturn diperkuat oleh delapan prosesor yang menjadikannya konsol tercanggih saat itu, bahkan clock speed gabungan dari multi prosesornya melebihi prosesor PlayStation.
Namun, adanya multi prosesor tersebut dirasa cukup menyulitkan pengembang game, karena beberapa bug yang terdapat di dalamnya membuat mereka kesulitan untuk membuat game yang optimal (betul-betul memanfaatkan tenaga multi prosesor tersebut). Meskipun beberapa game berhasil mengadaptasi teknologi tersebut (Virtua Fighter, Nights, dan Daytona USA), banyak di antara pengembang game yang lebih memilih untuk menggunakan satu atau dua prosesor saja.
Sebagai konsekuensinya, Sega gagal mempertahankan usia Saturn dan harus menghentikan produksinya (Saturn dan game-game pra-rilis) pada awal 1998. Tercatat 9,5 juta Saturn terjual habis di seluruh dunia (1999).
4. Sega-CD
Konsol game berformat CD sudah barang tentu menggiurkan pecinta game yang pertama kali mengetahuinya (1992). Lewat promosinya, Sega menyatakan bahwa perangkat tambahan untuk konsol Sega Mega Drive (16-bit) yang diberi nama Sega-CD ini akan memperkuat kemampuan Sega Mega Drive dengan menghadirkan teknologi audio video yang lebih canggih.
Sayangnya, harga Sega-CD — yang dipatok US$299 — tergolong tinggi untuk ukuran sebuah add-on. Selain itu, ternyata tak banyak peningkatan yang diberikan Sega-CD pada gameplay, karena prosesor Sega Mega Drive yang hanya 16-bit tak sanggup “berlari” lebih jauh.
Salah satu game Sega-CD yang dinilai berhasil adalah Sonic-CD, karena tata grafik dan suara dalam game tersebut betul-betul meningkat drastis jika dibandingkan dengan game-game era 16-bit yang lain.
5. 3DO
Ternyata, PS bukanlah konsol 32-bit berformat CD yang pertama. 3DO Interactive Multiplayer adalah konsol yang berhak menyandang predikat itu. Diprakarsai oleh Trip Hawkins (Electronic Arts), 3DO tak hanya dipasarkan sebagai mesin game, tapi juga high-end platform yang dapat digunakan untuk memutar CD Audio dan Video-CD.
Hal yang membuat konsol besutan Panasonic (1993) ini gagal adalah harganya yang terlampau mahal, yaitu sekitar US$700, jauh lebih tinggi dibanding harga PS3! Jadi, tak heran kalau konsol ini hanya tinggal nama dan cuma terjual sebanyak 2 juta unit.
6. Virtual Boy
Siapa bilang Nintendo tak pernah mengalami kegagalan telak? Hal itu diderita raksasa industri game ini saat meluncurkan Virtual Boy (1995), sebuah konsol semi-portable yang mengadopsi teknologi infra merah dan dapat menghasilkan sensasi 3 dimensi.
Selain masalah pusing-pusing dan mata sakit yang disebabkan efek infra merah Virtual Boy, harganya yang terlampau mahal untuk ukuran sebuah handheld (US$180), dan tidak tersedianya game untuk konsol itu membuat Virtual Boy harus meninggalkan dunia video game tahun 1996.
7. CD-I
Satu lagi konsol game berteknologi CD yang dianggap gagal dalam misinya menjadi sebuah konsol game. Diproduksi oleh Philips pada 1991, CD-I memiliki kemampuan untuk memutar CD-Audio, software edukasi, dan Video-CD (dengan tambahan decoder).
Sebagai perusahaan yang lebih fokus pada produksi barang-barang elektronik, Philips bersikeras membuat game-game CD-I sendiri dengan melisensi karakter-karakter dari Nintendo. Sebagai hasilnya, game yang menyandang nama karakter Nintendo, Zelda: The Wand of Gannon pun masuk dalam kategori game terburuk sepanjang masa.
Hebatnya, CD-I yang hanya terjual sebanyak 570 unit sepanjang usianya bertahan cukup lama, hingga akhirnya Philips menghentikan produksinya pada 1998.
8. Atari Jaguar
Jaguar adalah konsol terakhir produksi Atari yang diklaim sebagai konsol 64-bit pertama. Pada kenyataannya, Jaguar memiliki 2 prosesor 32-bit, dan hanya graphic card-nya yang 64-bit. Penyebab utama kegagalan konsol ini adalah salah pengertian dari pengembang game yang terlanjur mengembangkan piranti lunak pembuat game untuk konsol 64-bit, bukan 2×32-bit.
Dirilis pada tahun 1993 seharga US$250, Atari sanggup bertahan hingga tiga tahun ke depan via game andalannya, Tempest 2000. Namun, banyaknya bug pada dua prosesor Jaguar, ditambah anehnya sistem kontroler pada konsol ini membuat developer dan konsumen “malas” mengeksplorasi Jaguar. Padahal, bila teknologi Jaguar berjalan optimal, konsol ini boleh jadi memiliki tenaga serupa Nintendo 64 (1996).
9. Sega 32X
Lagi-lagi konsol — lebih pas disebut add-on — keluaran Sega yang menderita kegagalan. 32X dipasarkan pada 1994, dan sekali lagi, menjanjikan pengalaman memainkan game 32-bit via konsol 16-bit. Hal ini tentu membingungkan konsumen yang sudah membeli Sega-CD, karena tak ada hal baru yang ditawarkan.
32X juga tidak mendapat dukungan yang baik dari pihak Sega, pasalnya Sega telah mendengar kabar Sony yang hendak menggelontorkan PlayStation, sehingga mengalihkan sumber daya untuk membuat konsol tandingan (Saturn). Jadi, 32X harus puas tutup usia dengan angka 200 ribu konsol terjual.
10. Apple Pippen
Ternyata, produsen iPod ini pernah coba merambah dunia video game via kolaborasinya dengan Bandai (1995), dulunya produsen mainan anak yang cukup terkenal di Jepang. Sayangnya, kedua perusahaan tersebut sama-sama belum memiliki pengalaman dalam dunia video game dan nekad meluncurkan Pippen seharga US$599 pada penghujung 1995, hampir berbarengan dengan peluncuran Saturn dan PS.
Lalu, apa jadinya sebuah konsol mahal tanpa adanya ketersediaan game yang berkualitas? Usia kurang dari 1 tahun rasanya cukup untuk menghantar Pippen ke tempat peristirahatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar